Jakarta - Belum jelasnya pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh Pemerintah Daerah (Pemda) membuat transaksi KPR menjadimandek. Jumlah transaksi pembiayaan rumah subsidi pun turun 50% lebih.

Direktur Mortgage and Consumer Banking PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Irman Alfian Zahirudin Gusman mengatakan, biasanya dalam sebulan transaksi perumahan lewat program subsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiyaan Perumahan (FLPP) bisa mencapai 7 ribu unit.

"Tapi karena ada isu BPHTB ini, kita hanya luncurkan 3 ribu unit sebulan sebesar Rp 151 miliar," ujar Irman di kantor Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Snein (31/1/2011).

Dikatakan Irman, pihaknya bersama-sama dengan Real Estate Indonesia (REI) meminta kisruh BPHTB ini secepatnya diselesaikan.

"Jadi saat ini bank memberikan kredit dengan perjanjian yang seandainya. Kalau ini dibiarkan misalkan sampai Rp 4 triliun, bisa mati kita jika tidak ada surat-suratnya," kata Irman.

Rencana awal BTN, lewat program FLPP ini, dalam sebulan transaksi perumahan bisa mencapai 10 ribu unit. Namun kisruh BPHTB ini membuat rencana tersebut tertunda. "Masalah BPHTB masih akan terjadi di Februari," kata Irman.

Seperti diketahui, mulai 2011 pemerintah pusat menyerahkan kewenangan pelaksanaan pungutan BPHTB ke pemerintah daerah. Namun masih banyak daerah yangbelum siap untuk memungut BPHTB akibat belum keluarnya Perda sebagai landasan hukumnya.

sumber

Saya sendiri tidak menyangka kalau efek dari belum siapnya daerah dalam memungut BPHTB berakibat besar pada jual beli properti. Bayangan saya pertama adalah seharusnya Kekosongan ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang peralihan hak karena tidak ada dasar hukum yang dapat digunakan untuk menimbulkan sebuah bea terutang terhadap peralihan hak. Semoga Pemda bisa secepatnya mengatur Perda pemungutan BPHTB ini, atau sekalian ditetapkan kalau memang daerah benar-benar tidak ingin memungut BPHTB.