Terbitnya PP 19/2018 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dalam Tahun Anggaran 2018 kepada Pegawai Negeri Sipi, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan memunculkan polemik di tataran Pemerintah Daerah. Salah satu yang paling mengemuka adalah Pemerintah Kota Surabaya yang sampai tulisan ini dibuat memutuskan tidak memberikan THR kepada PNS di lingkungan Pemkot Surabaya. Hal ini disebabkan karena THR untuk PNS di lingkungan Pemkot Surabaya belum dianggarkan di APBD 2018 dan tidak ada dana lain yang dapat digunakan untuk pembayaran THR tersebut.

Untuk itu tulisan ini akan mencoba membahas hal tersebut dari perspektif mekanisme penganggaran pada pemerintah daerah di lihat dari perspektif peraturan mengenai penyusunan APBD baik di Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota.

Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran di Pemda

APBD disusun melalui proses yang diawali dengan perencanaan daerah. Berasal dari Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) disusun Rancangan Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD ini nantinya disertai dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Terbentuknya KUA/PPAS merupakan akhir dari proses perencanaan. Pada Juni sebelum tahun anggaran berkenaan, KUA/PPAS ini disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan disepakati antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Penyampaian KUA/PPAS ini merupakan awal dari proses politik dari penganggaran.

Setelah KUA/PPAS disepakati kemudian Pemerintah Daerah menyusun RKA SKPD dan Rancangan APBD. Penyusunan RKA SKPD dan RAPBD ini diharapkan selesai pada bulan September sebelum tahun anggaran berkenaan untuk kemudian disampaikan kepada DPRD dan dibahas bersama kurang lebih selama 60 hari. Pembahasan pada level ini sesungguhnya hanya pada level program dan kegiatan. Namun apabila DPRD membutuhkan informasi lebih maka DPRD dapat meminta rancangan RKA SKPD yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah.

Selanjutnya paling lambat pada bulan Desember (1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan) diharapkan RAPBD telah disetujui dan disepakati oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. RAPBD yang telah disetujui ini kemudian akan dilakukan evaluasi. Evaluasi terhadap RAPBD Pemerintah Provinsi dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sedangkan RAPBD Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Provinsi. Proses evaluasi ini utamanya dilakukan agar RAPBD yang disusun dan disepakati Pemda dan DPRD sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama Pedoman Penyusunan APBD yang setiap tahun diterbitkan oleh Kemendagri.

Atas hasil evaluasi tersebut maka RAPBD dapat ditetapkan sebagai APBD melalui Peraturan Daerah. Hasil evaluasi berupa rekomendasi yang diberikan oleh Kemendagri/Pemerintah Provinsi harus diikuti oleh Pemerintah Daerah. Penetapan APBD dilakukan setelah rekomendasi dari evaluasi telah dilaksanakan oleh Pemda.

Informasi lebih lanjut mengenai proses penyusunan APBD ini dapat dilihat pada Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri 13/2006 stdtd Permendagri 21/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pedoman Penyusunan APBD Pemerintah Daerah

Kemendagri setiap tahunnya menyusun Pedoman Penyusunan APBD. Pedoman Penyusunan APBD ini diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam Negeri. Permendagri ini biasanya sudah selesai disusun pada bulan Juni sebelum tahun anggaran berkenaan.

APBD 2018 disusun dengan mempedomani Permendagri 33/2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2018. Pedoman ini memuat Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah dengan Kebijakan Pemerintah (Pusat), Prinsip Penyusunan APBD, Kebijakan Penyusunan APBD, Teknis Penyusunan APBD dan Hal Khusus Lainnya. Permendagri 33/2017 ini biasanya menjadi pedoman utama bagi Kemendagri/Pemerintah Provinsi dalam melakukan evaluasi atas RAPBD yang telah disepakati antara Pemda dan DPRD.

Dihubungkan dengan pemberian THR pada ASN di Pemda maka kita harus memperhatikan seksi Belanja Tidak Langsung dan Pendapatan Daerah (terutama pada DAU). Seksi Belanja Tidak Langsung mengatur mengenai hal-hal yang harus diperhatikan oleh Pemda dalam menyusun APBD 2018. Sedangkan seksi Pendapatan Daerah mengatur mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dan klasifikasi dari pendapatan daerah yang diterima Pemda.

Pada seksi belanja tidak langsung, kutipan hal yang harus diperhatikan dari Permendagri 33/2017 adalah seperti di bawah ini.

Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas dan gaji keempat belas.

Dari informasi di atas maka sejak Juni 2017 telah diundangkan mengenai pedoman Penyusunan APBD yang telah meminta Pemerintah Daerah untuk memperhitungkan rencana pemberian gaji ketiga belas dan gaji keempat belas (atau yang pada PP 19/2018 disebut THR). Berdasarkan kebijakan tersebut dalam mengevaluasi RAPBD Pemda, Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah Provinsi akan memberikan rekomendasi jika Pemda belum melakukan penganggaran Belanja Tidak Langsung Gaji dan Tunjangan yang belum memperhitungkan pemberian gaji ketiga belas dan THR.

Pada seksi Pendapatan Daerah subseksi Dana Alokasi Umum, hal yang harus diperhatikan dari Permendagri 33/2017 adalah seperti di bawah ini.

Penganggaran DAU sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2018. Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan, penganggaran DAU didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2017. Apabila Peraturan Presiden diterbitkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2018 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DAU dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2018 atau dicantumkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2018.

DAU merupakan komponen penting APBD di banyak Pemda. Disebut penting karena banyak Pemda yang masih sangat bergantung belanjanya dengan pemberian DAU dari Pemerintah Pusat. DAU yang diterima Pemda perhitungannya didasarkan pada dua hal, alokasi dasar (AD) dan celah fiskal (CF). Alokasi dasar ini besarannya dihitung berdasarkan gaji pokok PNS di daerah dan tunjangan-tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian PNS yang berlaku. Sedangkan celah fiskal dihitung berdasarkan bobot celah fiskal pada daerah bersangkutan. Kedua hal di atas kemudian akan diberi bobot perhitungan tersendiri yang dapat berbeda-beda tiap tahun anggaran.

Informasi alokasi dasar diperoleh dari Pemda dan Kemenpan-RB. Alokasi dasar dihitung berdasarkan data PNSD pada bulan Juni sebelum tahun anggaran berkenaan yang diterima Kemenkeu dari data Pemda (dan data kemenkeu sendiri). Sedangkan formasi PNSD yang akan diterima pada tahun berkenaan diperoleh dari Kemenpan-RB yang memberikan persetujuan terhadap pembukaann formasi PNSD yang dilakukan daerah.

Informasi Celah fiskas terdiri dari kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah. Kebutuhan fiskal dapat meliputi jumlah penduduk, luas wilayah PDRB per kapita, dan info lainnya. Informasi kebutuhan fiskal sebagian besar diperoleh dari BPS dan instansi lain yang berwenang melakukan perhitungan hal tersebut. Sedangkan kapasitas fiskal daerah yang terdiri dari PAD dan DBH diperoleh informasinya dari Pemda (dan data kemenkeu sendiri).

Berdasarkan AD maka besaran DAU yang diterima Pemda sejatinya lebih tinggi dari besaran gaji dan tunjangan PNSD yang harus dibayarkan. Namun dengan ditambahkannya celah fiskal maka bisa saja di suatu daerah menerima besaran DAU di bawah gaji dan tunjangan PNSD. Terutama pada daerah yang dianggap memiliki celah fiskal yang rendah dengan kapasitas fiskal daerah yang tinggi. Salah satu contohnya adalah Pemda DKI Jakarta yang tidak menerima DAU karena kapasitas fiskal daerahnya mampu menutupi gaji dan tunjangan seluruh PNSD di DKI Jakarta serta belanja lainnya.

Ketidakpastian Nilai DAU dari Kementerian Keuangan kepada Pemda

Meskipun secara perhitungan DAU ini sudah sangat jelas, namun pada kenyataannya informasi DAU yang diterima daerah tidak sepenuhnya pasti. Hal ini sangat sering terjadi pada tiap tahun anggarannya. Mengingat timeline APBD yang ada, informasi DAU dari Kemenkeu seringkali terlambat dikeluarkan pada akhir tahun anggaran sebelum tahun anggaran berkenaan. Selain terlambat informasi DAU juga terkadang berubah sehingga bagi daerah yang bergantung pada DAU mau tak mau harus mengevaluasi lagi belanja yang dianggarkan di APBD.

DAU juga dapat berkurang atau tertahan apabila Pemda tidak melaksanakan pelaporan yang memadai pada Kemenkeu. Sejak tahun 2016 Kemenkeu memantau posisi kasda Pemda dan mengetahui persis besaran idle cash di Pemda dalam rangka manajemen kas Pemerintah Pusat. Terhadap Pemda yang memiliki idle cash terlalu tinggi dengan manajemen kas yang buruk biasanya diberi peringatan oleh Kemenkeu.

Hal ini kerap menjadi keluhan tersendiri dari Pemerintah Daerah sehingga seringkali menyebabkan kegiatan yang tidak dapat dieksekusi karena DAU yang dikurangi atau tertahan.

Kemungkinan Skenario Tidak Diberikannya THR pada Pemda

Atas hal tersebut di atas maka dapat kita temukan beberapa skenario yang dapat menyebabkan kenapa THR 2018 untuk PNSD tidak dapat dibayarkan oleh Pemda.

  1. Tidak tersedianya kasda yang memadai untuk memberikan THR PNSD. Hal ini mungkin terjadi pada Pemda. Namun berdasarkan pengalaman penulis pada bulan Juni biasanya kasda berada dalam posisi aman dengan idle cash yang lumayan banyak. Hal ini karena dana transfer yang sudah masuk pada TW II dan belum dilaksanakannya banyak kegiatan. Selain itu dengan aplikasi SINERGI Kemenkeu, Kemenkeu memiliki informasi yang akurat mengenai posisi kasda tiap Pemerintah Daerah, terutama yang berasal dari DAU yang disalurkan oleh Kemenkeu.
  2. Belum dianggarkannya THR PNSD. Hal ini terjadi pada Pemkot Surabaya (dan sangat mungkin terjadi pada Pemda lain yang tidak terekspos). Jika kita lihat proses penyusunan APBD, seharusnya Pemda sudah memperhitungkan gaji ketiga belas dan keempat belas dalam APBD masing-masing. Sehingga hal ini seharusnya tidak terjadi jika Pemda sudah mempedomani Permendagri 33/2017. Kemendagri/Pemerintah Provinsi seharusnya juga sudah melakukan evaluasi pada RAPBD untuk mencegah agar hal seperti ini (tidak teranggarkannya gaji ketiga belas dan keempat belas) tidak terjadi pada APBD Pemda
  3. Belum dianggarkannya THR untuk pegawai pensiun. Hal baru dalam pemberian THR 2018 adalah pemberian THR untuk pensiunan PNS. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pada Permendagri 33/2017 belum di atur mengenai hal ini. Untuk hal ini Pemda mesti mempersiapkan instrumen belanja wajib dan mengikat sehingga THR untuk pensiunan dapat dibayarkan.

Penganggaran Pemda yang Agile

Dari skenario dan permasalahan di atas sepertinya sudah saatnya Pemerintah menyusun skenario baru dalam Pengelolaan Keuangan Pemerintah. Terutama agar penganggaran ini dapat lebih agile dalam artian dapat dengan cepat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Perubahan ini baik dari sisi pendapatan maupun belanja pemerintah.


Jika dikembalikan apakah layak PNS diberikan THR dan gaji ketiga belas, maka saya tidak dapat banyak berkomentar. Namun hal ini sebenarnya termasuk upaya pemerintah dalam pump priming perekonomian nasional. Dengan diberikannya THR maka diharapkan PNS dapat menggunakan hal tersebut untuk belanja kebutuhan dan menambah perputaran uang dan distribusi dalam negeri (maka dari itu cintailak produk-produk Indonesia). Secara teori hal ini dapat memberikan dampak positif seperti yang disampaikan Gubernur BI bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II diperkirakan mendekati 5,15% atau lebih tinggi dari kuartal I.

Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat dan Happy Coding Shopping!